Tidak dapat diragukan bahwa setelah sukses melaksanakan Muktamar Ke-34 NU yang demokratis dan bermartabat di Lampung akhir Desember 2021, umat Islam Indonesia, masyarakat umum dan tokoh-tokoh dunia Islam mendambakan harapan baru akan kemajuan bahkan lompatan NU dalam himmah kepemimpinan baru menuju usianya yang Ke-100 NU pada tahun 2026.
Salah satu perkembangan signifikan dalam sejarah NU dapat terlihat dalam formasi kepengurusan baru NU yang baru di bawah kepemimpinan Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya Cholil Staquf, terlihat sedang mengaspirasi banyak elemen dan tokoh strategis, sekaligus memperdalam basis NU di kalangan pesantren tua dan memasukkan unsur tokoh tokoh perempuan, tokoh pondok pesantren utama dan unsur pemangku kewilayahan di Nusantara.
Tidak itu saja, PBNU juga menjadikan pimpinan dan unsur dzurriyah pendiri NU, unsur ulama-ulama kharismatik untuk menjadi bagian integral kepengurusan baik di jajaran Mustasyar, A’wan, Syuriyah, dan jajaran Tanfidziyah di samping unsur kader profesional yang sedikit menghilangkan sekat latar belakang politik “agar mereka saling mengontrol satu sama lainnya,” papar KH Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU saat pengumuman susunan pengurus.
Keterwakilan yang luas itu dimaksudkan sebagai bagian dari kehendak untuk merajut kembali rumah besar NU yang lebih luas sekaligus memperdalam pondasi pengembangan umat dan perluasan kader yang lebih heterogen disesuaikan tantangan ke depan yang lebih kompleks, lebih mondial, dunia tanpa batas, borderless, yang menjadi pilar Indonesia yang adil, dunia yang toleran, berkepribadian menuju bangsa yang sejahtera sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato Pembukaan Muktamar Ke-34 di Lampung akhir Desember 2021 lalu.
Dikatakan oleh KH Yahya Cholil Staquf dalam muqaddimah pengumuman susunan pengurus bahwa NU harus melihat tantangan dan aspirasi umat ke depan dimana dunia yang lebih membutuhkan kehadiran kejuangan NU untuk membangun dan mengembangkan Islam yang ramah, membangun persatuan umat dan kesejahteraan dan siap menjadi rahmat penduduk dunia melalui internalisasi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah yang kokoh akhlak dan berwibawa dalam kehidupan nyata.
Formasi PBNU tampak ingin menghidupkan kembali roh kejuangan dari sosok dan cita-cita KH Abdurrahman Wahid juga terlihat dalam formasi kepengurusan NU 2022-2026. Salah satu tantangan NU memasuki usianya Ke-100 tahun di abad kedua ialah pengaderan dan proliferasi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah pada aras yang lebih luas di dunia internasional dan menjadikan kemanusiaan sebagai basis tatanan dunia baru.
Cita-cita menghidupkan kembali roh dan gaya kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid ini diungkapkan dalam beberapa buku tulisan, bahkan tersirat di beberapa baliho di sekitar arena Muktamar NU di Lampung dan beberapa pidato resmi KH Yahya Cholil Staquf maupun wawancara dengan berbagai media nasional dan internasional. Sosok KH Abdurrahman Wahid menjadi style pengembangan khidmah NU di Nusantara dan dunia internasional.
PBNU sadar bahwa pada tataran pelaksanaan Aswaja An-Nahdliyah dalam masyarakat mondial tak hanya dikuatkan dengan berbagai cara dan bentuk ritual keagamaan atau majelis-majelis kultural yang selama ini terpupuk baik dalam masyarakat NU, namun harus dihidupkan dalam tatanan dunia, di mana sikap tasamuh, nilai tawazun, sikap tawassuth, toleran yang berkeadilan, sebagai bagian hidup, –the way of life–keagamaan dan kemasyarakatan dunia.
6 Tahun Jelang Satu Abad NU
Sebagai organisasi keagamaan dunia yang terus tumbuh berkembang, NU terus menguatkan sistem pengaderan dan optimalisasi kader atau keluarga besar NU. PBNU juga memiliki tantangan untuk membangun sistem transformasi digital dakwah yang lebih profesional. Transformasi digital juga mendesak dalam sistem administrasi organisasi, sistem kepemimpinan, dan sistem komunikasi dan sistem dakwah.
Sebagaimana rencananya NU akan memperkuat TV online, digital news letter, NU Online, networking, dan sistem informasi melalui saluran saluran media sosial yang lebih solid dan berkelanjutan.
Hal besar yang menjadi fokus khidmat NU adalah penguatan puluhan lembaga pendidikan pesantren di desa desa, di kota-kota dan di pedalaman.
Pengembangan pendidikan dasar dan menengah serta pengembangan Perguruan Tinggi NU akan menjadi fokus khidmat lima tahun ke depan, di samping sistem pengaderan formal dan optimalisasi kader profesional dan menyapa mereka yang ada di berbagai jenjang pimpinan eksekutif di Istana Negara, di berbagai jabatan di Lembaga legislatif, di berbagai kementerian dan berbagai provinsi dan lembaga-lembaga negara maupun kader yang tersebar di berbagai partai politik.
Tentu PBNU akan terus mendorong mereka untuk terus bergerak, namun dalam tataran manhaj jam’iyah yang benar di mana NU merupakan jam’iyah yang menaungi kader bukan NU, dan bukan kecenderungan sebaliknya.
Dapat dipastikan bahwa menjelang tahun 2026, NU akan menghadapi tantangan efisiensi kepemimpinan formal berjenjang mulai dari Pengurus Anak Ranting, Pengurus Ranting, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Pengurus Cabang, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang Istimewa di luar negeri maupun penguatan Badan Otonom NU, Lembaga dan Lembaga khusus NU dan mengembangkan pengaderan lebih sistematis.
Sejak kepengurusan KH A Hasyim Muzadi periode kedua dan masa kepemimpinan KH Said Aqil Siroj, NU telah mengubah dan mengembangkan pelatihan secara lebih masif dan sistematis, baik secara struktural, pengaderan keulamaan, model pengaderan penggerak organisasi, kader fungsional dan kaderisasi formal nasional berjenjang bersertifikat seperti PKPNU, MKNU, PPWK, yang dimaksud dalam hal ini adalah kegiatan strategis yang disengaja dan didesain secara sistematis untuk melahirkan generasi pengganti yang andal dan berkarakter.
Generasi yang andal dalam hal ini ialah pimpinan yang memiliki perilaku khas NU, memiliki pengetahuan (knowledge) ke-NUan yang mendalam, memiliki track record positif dalam pengalaman (experiences), dan kepribadian yang utuh dengan kemampuan membaca lingkungan strategisnya. Pengaderan dalam tataran ini hanya bisa dilakukan dengan mutu yang berkualitas dan berkelanjutan.
Dalam waktu 6 tahun menjelang satu abad, setelah sukses Muktamar Ke-34 NU bagaikan menemukan momentum dan menapaki babak baru dalam pembangunan pengembangan dunia pendidikan pesantren dan kampus-kampus unggul yang andal yang berkualitas nasional.
Berbagai perkembangan dan inovasi dilakukan baik secara akademik maupun nonakademik, menguatkan akreditasi dan keluaran yang lebih bermutu sebagai pengejawantahan dan cita-cita Tashwirul Afkar.
Dalam rangka meningkatkan kelembagaan kualitas perguruan tinggi NU membentuk LPTNU, Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama di samping Lembaga Pendidikan Maarif NU yang lebih dulu ada menaungi lembaga pendidikan dasar dan menengah. Baik LP Maarif maupun LPTNU membangun dan mengembangkan diri untuk bisa bersaing secara obyektif dengan kolega koleganya yaitu sekolah negeri dan universitas negeri dan swasta yang sudah ada.
Sekolah-sekolah Maarif dan sekolah NU yang tak berlabel NU sekarang menjadi motor bagi penyediaan kader ilmuwan dan bangunan pengabdian untuk umat yang lebih berkualitas. Kampus-kampus PTNU sedang membangun infrastruktur sarana dan prasarana pendidikan secara lebih memadahi dan meningkatkan akreditasi nasional dan internasional.
Dalam hal kerja sama, PBNU sangat banyak menerima kunjungan tamu-tamu pejabat luar negeri dari dunia Islam di Timur Tengah maupun negara negara sahabat untuk memperkuat kerja sama.
Gus Yahya Cholil Staquf yang lama dikenal memiliki jaringan internasional dan networking yang kuat, insya Allah menemukan momentum untuk mengerahkan seluruh pengurus PBNU beserta kualitas keulamaannya serta pengalamannya yang prima untuk membangun NU yang lebih manfaat bagi umat, Indonesia, dan Islam yang ramah di rumah dunia yang mondial yang damai didukung oleh formasi kepengurusan yang kuat dan efektif. Insya Allah.
(Hj. Khofifah Indar Parawansa, Ketua PBNU)
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد