“Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”
(Franz Magnis Suseno)
MEREBUT KEKUASAAN DALAM KONTEKS NEGARA DEMOKRASI
PESTA DEMOKRASI semakin dekat, dan PILPRES adalah bagian darinya. Nasib bangsa dipertaruhkan, bila kita salah memilih pemimpin. Sikap acuh bukanlah pilihan yang bijaksana. Karena produknya adalah penguasa yang membuat segala peraturan-perundangan, dan jalannya pemerintahan untuk mewujudkan kepentingan rakyat.
Dan yang paling strategis adalah PILPRES. Karena Presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar. Selain menjadi pengendali utama negara dengan membagi-bagi kue kekuasaan, dia memiliki hak-hak istimewa atau prerogatif:
- Hak prerogatif yang berada di tangan presiden sendiri, seperti mengangkat menteri.
- Hak prerogatif dengan persetujuan DPR seperti mengangkat Kapolri, Panglima TNI dan Gubernur Bank Indonesia.
- Hak prerogatif dengan pertimbangan DPR dan lembaga lainnya seperti mengangkat duta besar, pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Dalam Teori Konspirasi dan Proxy War, bila anda tidak mampu secara langsung untuk merebut kekuasaan, maka jadilah penumpang (baca, parasit) terlebih dahulu.
Menjadi parasit adalah Strateginya. Dan masuk ranah politik adalah Taktiknya.
Parasit Politik adalah mereka yang lazimnya:
- Minoritas, baik dalam kuantitas jumlah manusia dan kepemilikan aset.
- Bukan pemilik sejarah dari negeri yang ingin dikuasainya.
Caranya :
- Karena bukan mayoritas, maka kuasailah mayoritas dengan segala cara dan teknik yang mampu mengkooptasinya.
- Rubahlah sejarah negeri tersebut. Sehingga Si Parasit tersebut mendapat eksistensinya dan layak untuk menjadi penguasa dari negeri tersebut.
Intinya, sebenanrya mereka menjadi bagian dari masalah di masa silam. Tetapi seolah menjadi pahlawan di era kekinian.
Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, DEMOS (rakyat) dan KRATOS (kekuasaan). Artinya, negara yang menganut sistem demokrasi berarti kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat.
Syarat-syarat negara demokrasi :
- Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga negara.
- Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak.
- Pemilihan umum yang bebas.
- Kebebasan untuk menyampaikan pendapat.
- Kebebasan untuk berorganisasi.
- Pendidikan kewarganegaraan.
Dan setidaknya memiliki 2 azas pokok :
- Adanya pengakuan partisipasi rakyat didalam pemerintahan.
- Adanya pengakuan harkat dan martabat manusia atau jaminan atas hak asasi manusia.
Secara logis, untuk mendapatkan (baca; merebut) kekuasaan. Selama tidak menabrak syarat dan azas diatas, maka hal tersebut syah untuk dilakukan.
Karena Demokrasi bertumpu kepada suara mayoritas, dan suara mayoritas tersebut harus diperoleh melalui PEMILU. Maka bagaimana caranya merebut kekuasaan secara damai dan konstitusional, harus dilakukan melalui PEMILU.
KAUM NUN (NASAB UNTUK NASIB) ADALAH PARASIT NEGERI
“Manusia Licik adalah mereka yang membanggakan moyangnya, agar orang menghormati dirinya. Sementara Manusia Durjana, membanggakan moyangnya orang lain untuk diakui sebagai moyangnya sendiri !”
(KRT. Faqih Wirahadingingrat)
Ibarat suatu negeri adalah sebuah mobil. Bila situasi sudah kondusif dan pemilik mobilnya lengah, rampaslah mobilnya. Dan bila terpaksa lempar penumpang yang dianggap usil. Situasi ini dilakukan ZIONIS ISRAEL. Imigran yang mengkudeta negeri Palestina, dan kini gencar melakukan genosida kepada pribumi aslinya. Maka sebelum imigran jahat merebut negeri, baiknya lemparkan mereka sebelum terlambat. Atau anak negeri yang nantinya justru akan dilempar dari negerinya sendiri. Waspada dan sadarlah wahai saudaraku !!!
Ibarat parasit yang pandai cari posisi. Tanpa bersusah-payah mencari makan. Mereka dapat suplay makanan dengan mudah. Dan parasit pun juga ada levelnya. Yang paling berbahaya, mampu menipu inang yang ditumpanginya. Bahkan Sang Inang akan dia kuasai. Hidup tapi tidak punya kehendak. Layaknya zombie. Kehendak si parasit akan dilaksanakan oleh inangnya. Di alam raya, banyak sekali parasit level Iblis seperti ini. (https://youtu.be/lhmNvb_FYMU?si=Vds5n_W8MafgiVxa).
Agar merasa nyaman dan tidak sadar kalo dieksploitasi. Si Inang harus dikuasai otaknya, pola pikirnya dan kehendaknya. Inang tersebut besar dan mayoritas, tapi pada dasarnya dia mati laksana zombie. Dan inilah yang sedang terjadi dalam konteks BA’ALWI yang mengaku cucu Nabi SAW. Mereka berusaha mengkooptasi ummat Islam, warga mayoritas di negeri ini. Atas nama Klaim Sesat sebagai Cucu Nabi, mereka katakan bahwa tindakannya adalah stempel kebenaran, dan pemilik paling syah otoritas keagamaan. Hegemoni ini sangat berbahaya. Dalam doktrin Sunni-Syafi’iyah yang dianut mayoritas Ummat Islam negeri ini. Mencintai dzurriyah Nabi adalah wajib. Tapi pertanyaannya benarkah Ba’Alwi ini benar-benar turunan Nabi?
Dengan mengklaim Datuk-Datuk Ba’Alwi sebagai pemilik maqom-maqom waliyullah tertinggi. Ummat pun dibuat terlena dan seketika menjadi bodoh, apalagi dengan teknik manajemen ketakutan (fear management). Yaitu dengan cerita dan dongeng karomah datuknya yang bombastis berlebihan. Sehingga seolah mukjizat para Nabipun dibawah mereka. Bayangkan Nabi SAW saja Mi’raj sekali seumur hidupnya, tapi datuk mereka 70 kali. Hingga ontanya saja sampai hafal jalan-jalan di langit. Menggelikan.
Pastinya, mereka tidak cukup hanya berkuasa dalam paradigma spiritual yang menyesatkan. Pada akhirnya mereka akan MENJARAH DUNIA POLITIK, demi target kekuasaan. Karena dimanapun angkara murka, akan selaras dengan nafsu dan keserakahan. Apalagi di negeri yang seindah dan semakmur Nusantara. Strategis letaknya, melimpah sumber dayanya.
Mengapa harus masuk Politik Kekuasan?
Karena kebijakan politik jauh lebih efektif dalam merobah situasi secara drastis. Ibaratnya, seribu fatwa haram melacur, akan kalah dengan satu tandatangan penguasa untuk menutup lokalisasinya.
Dengan terjun dalam dunia politik, maka kekuasaan lebih dekat untuk diraih.
Dan naiflah para anak negeri yang merasa suci, dan anti di dalam medan perjuangan ini. Bila kaum fasik membanjiri kekuasaan. Maka orang-orang baik, pada akhirnya hanya akan menjadi kayu bakar dari kekuasaan tersebut. Setelah semuanya tidak menguntungkan, barulah menyesal betapa terlambatnya untuk sadar. Dunia politik memang terjal dan curam. Tetapi harus diakui bahwa melalui jalan tersebut semua kebijakan kenegaraan akan diputuskan. Mengkritik tanpa solusi adalah kejahilan. Mencela tanpa bersikap bijak, adalah kedunguan dan bibit pengkhianatan.
Yang dibutuhkan adalah persatuan dan keberpihakan. Tanpa persatuan, akan mudah dipatahkan. Dan tanpa keberpihakan, seperti buih di lautan. Hidupnya hanya sekedar untuk bisa makan.
BA’ALWI DALAM KONSTELASI POLITIK
Bangsa ini sering dilanda musibah dan diuji oleh tragedi. Banyak musibah dan tragedi yang disebabkan alam. Seperti tsunami, gempa dan gunung meletus. Justru membuat bangsa ini makin kokoh bersatu dan memiliki empati sosial yang lebih mendalam.
Tapi bagaimana dengan musibah dan tragedi karena rekayasa manusia? Kolonialisme di masa silam, benturan ideologi, pembantaian massal, serta perang saudara. Jauh lebih meninggalkan jejak luka yang mengerikan. Di era kekinian, masih terjadi penjajahan spiritual, perampokan sejarah Nusantara, arogansi nasab dan rasisme.
Tentu ini bencana yang akan menghancurkan negeri lebih massif dari sekedar bencana alam.
Dan percaya begitu saja, bahwa BA’ALWI sebagai Cucu Nabi. Tanpa mau mengkaji dengan jujur & ilmiah, adalah bagian dari pembiaran tragedi kemanusiaan diatas.. Dan kita pun gagal membuktikan diri sebagai pecinta Nabi, serta penjaga kesucian keluarganya. Naudzubillah !!!
Kembali kepada Ba’alwi yang semenjak kedatangannya ke Nusantara dibawa kolonialis Belanda dan bekerja demi kepentingannya. Sejatinya mereka telah bermain politik di negeri ini sejak awal. Bagaimana ketika Belanda jaya, mereka ikut Belanda. Dan kini ketika Belanda kalah dan kabur, mereka seolah yang paling berjasa dalam sejarah perjuangan bangsa. Republik menang, mereka ikut Republik.
Ketika Yaman Selatan, negeri leluhurnya menganut Komunis, mereka pun ikut menjadi pentolan komunis di Indonesia. Siapa tidak kenal Muso atau Musa Almunawwar, DN Aidit, Fahrul dan Sofyan Baraqbah?
Mereka membunuhi banyak kaum santri dan Ulama. Namun herannya, sekarang banyak ulama yang rela menjadi jongosnya. Mereka meninggalkan sanad gurunya, tradisi ritual, dan thoriqoh para pendahulunya. Yaitu Walisongo dan Sayyid-Syarif asli dari Timur-Tengah. Kemudian terhipnotis mengikuti ritual, thoriqoh dan sanad keilmuan Kaum Ba’alwi. Yang sangat diragukan dan penuh penghambaan kepada klan mereka sendiri. Agama harusnya membebaskan dan mencerahkan. Di tangan Ba’alwi justru menjadi sumber penindasan dan pembodohan.
Siapapun masih ingat, bahwa Bangsa ini pernah didera sejumlah kasus terorisme, yang muncul dari gerakan Islam Radikal. Mereka bagian dari Proxy Zionis di masa kini dan Kolonialis di masa silam. Gerakan ini dimulai ketika Inggris membangun Faham Wahabisme. Yang berhasil mengkudeta faham Ahlussunnah dan penguasa Hijaz. Setelah itu, virus ini menyebar ke seluruh dunia. Hingga akhirnya di era sekarang, ada seorang Yahudi Samaritan, Simon Elliot. Yang juga mengaku sebagai Cucu Nabi bermarga Al Husaini. Berubah nama menjadi Abubakar Al Baghdadi. Dengan ISIS-nya meluluhlantakkan Iraq dan Syiria. Atau organisasi teroris lainnya, Al Qaedah. Didirikan oleh IMIGRAN YAMAN di Saudi bernama Osama bin Laden. Yang menyebar virusnya hingga ke Nusantara. Namun kokohnya ajaran Aswaja dan ideologi Pancasila mampu menepis itu semua.
Dan ideologi radikalis-transnasionalis ini akan selalu mencari cara untuk menyusup, dengan dukungan dananya yang melimpah. Hingga mereka sadar bahwa faham Wahabisme kurang laku di negeri ini. Dan yang lebih laku adalah klaim sesat Cucu Nabi. Maka dari sinilah virus jahat itu menemukan kawan simbiosis mutualismenya. Ideologi Khilafah bisa terus eksis dengan bersembunyi dibalik jubah ‘Cucu Nabi’. Itulah dulu mengapa Ba’alwi dan FPI-nya lebih suka mengutuk Banser yang membakar bendera HTI, daripada membelanya. Sedangkan mereka diam saja di Yaman. Ketika Pejuang Houtsi yang melawan agresor koalisi Arab (=dan barat), membakar Bendera Arab Saudi. Yang disitu tertulis kalimat tauhidnya pula.
Narasi jahat dan palsu semacam ini hanya akan disadari oleh orang-orang berakal. Dan bukan mereka yang bermental budak dan lokalan. Cakrawala yang sempit akan mempengaruhi pandangan. Dan pandangan yang terbatas akan mempengaruhi pola pikir serta keputusan.
Kuncinya, asah terus kewaspadaan dan gunakan akal sehat untuk segala sesuatu. Karena logika akan mampu bersikap adil dari cengkeraman kepentingan dan dogma sesat.
Terjunnya Ba’alwi secara praksis dalam kancah politik, tentu perlu diwaspadai. Mengingat kesejarahan dan sepak terjang mereka dari masa ke masa di negeri ini (baca tulisan-tulisan saya sebelumnya).
Dalam konteks ideologi bangsa Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Siapapun yang tidak menabrak keduanya, maka syah untuk merebut kekuasaan dengan cara yang legal dan konstitusional. Tapi apa jaminannya di masa depan, bila kekuasaan telah diraih. Maka IDEOLOGI DAN KONSTITUSI pun tidak akan diganti atas nama Demokrasi dan Kehendak Rakyat !!!
PETA DUKUNGAN BA’ALWI DALAM PILPRES
Sekarang mari lebih waspada dan jeli memandang strategi Ba’alwi dalam medan politik kekinian. Semoga kita bukan orang yang mudah lupa. Bilamana para Ba’alwi yang katanya garis keras maupun yang garis moderat, termasuk pentolan Lembaga Robithoh Alawiyahnya selalu tersenyum hangat dan ‘salam komando’ ketika berjumpa.
Bagaimana mereka seolah membagi peran:
- Untuk yang garis keras, mereka merapat kedalam gerakan Wahabi, Khilafah, ataupun radikalis trans-nasionalis lainnya. Dan dukungan mereka di Pilpres kali ini jelas kepada siapa. Jejak digital bisa anda telusuri sendiri. Semoga kita bukan jadi manusia pemalas, menghadapi tipu-daya semacam ini.
Ba’alwi model gini, hobbynya demo, teriak-teriak di panggung serta ngancam-ngancam orang.
- Sedangkan untuk Ba’alwi garis moderat, yang katanya Pro NKRI dan cinta NU. Tapi nyata-nyata banyak merubah sejarah, merampok makam-makam leluhur Nusantara, dan membelokkan tradisi dan sejarah ke-NU-an juga jelas arah dukungannya kemana. Bahkan, tokoh Sufi yang disegani di NU, rela ikut hadir dalam Deklarasi Capres tertentu. Owalah, katanya Ketua Sufi kok jadi Jurkam dan Timses. Urusannya Ketuhanan tiba-tiba berubah jadi Kepresidenan.
Ba’alwi yang modus seperti ini, banyak mengadakan sholawatan daripada Majelis Ilmu. Pendoktrinan dengan ritual dan hiburan. Sambil diselingi dongeng-dongeng datuknya yang konon ‘sakti mandraguna’. Dan para penontonpun makin tersihir, lumpuh logika dan nalarnya.
- Sementara bagian kecil Ba’alwi lainnya yang tidak jualan agama, jelas arah dukungannya. Mereka minoritas, relatif lebih rasional dan sebenarnya tidak terlalu mempersoalkan nasabnya untuk nasib. Mereka juga memiliki persoalan ‘mendarah-daging’ dengan sesama Ba’alwi. Namun selama mereka tidak mau terbuka dan jujur. Memberi pengakuan dan legowo bahwa mereka bukan Turunan Nabi. Hakekatnya mereka sama saja berbahayanya. Tidak untuk masa kini, tapi untuk masa depan bila anak cucunya kumat penyakit rasis dan arogansi nasabnya.
Dan sebagai anak negeri yang benar-benar mencintai ibu pertiwinya. Harusnya sadar bahwa momentum Pemilu ini jelas sangat strategis akan nasib bangsa. Selain memilih calon Legislatif di Parlemen. Lebih strategis lagi dalam memilih calon Eksekutif puncak di negeri ini yaitu Presiden dan Wapres.
Bagaimana cara menjatuhkan pilihan dengan baik dan benar?
Sesuai ungkapan Prof. Franz Magniz diatas, maka lihatlah track record semua calon. Pilihlah yang keburukannya paling sedikit. Contoh:
- Apakah dia tidak pernah menggunakan isu agama dalam kampanye politiknya. Misal dalam pemilihan kepala daerah yang pernah diikutinya. Sehingga bangsa ini hampir terbelah dengannya.
- Apakah dia tidak pernah menjadi pengkhianat di dalam perjalanan hidupnya. Misal berkhianat kepada guru atau pamannya sendiri yang membesarkan namanya. Kalo gurunya saja dikhianati bagaimana dengan rakyatnya.
- Apakah dia tidak pernah terlibat kasus pelanggaran HAM, sehingga pernah divonis bersalah hingga dipecat dalam Dharma Baktinya bagi negara. Dan hingga kini korban-korbannya tidak jelas nasibnya dan jasadnya juga tidak pernah ditemukan. Tidakkah nyawa manusia itu berharga. Ingatlah, “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …(QS. Al- Maidah: 32).
- Apakah dia sudah cukup pengalaman sebagai pemimpin, baik dari segi usia atau kinerja. Apakah dia tidak dipaksakan oleh keluarganya yang masih menjadi penguasa. Dengan serangkaian akrobatik peraturan agar lolos untuk menjadi kontestan dalam Pilpres. Apabila seseorang berangkat dari cara yang salah, maka diragukan akan menghasilkan hasil yang benar. Sebagaimana berangkat haji tapi dari uang hasil rampokan.
“Inilah zaman kemajuan. Ada sirup rasa jeruk dan durian. Ada keripik rasa keju dan ikan. Ada republik rasa kerajaan,” demikian puisi Gus Mus.
Ingat, itu hanya contoh-contoh saja. Tanpa menyebut nama dan sebagai refleksi untuk menggugah kesadaran dan akal sehat kita semua.
Pahami Kaidah Ushul Fiqih:
“Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih,” Artinya, menghindar dari keburukan harus didahulukan dari meraih kebaikan.
Misalpun harus mencari kebaikannya. Maka akal sehat dan jejak seorang pemimpin, sangat mudah di masa sekarang untuk ditelusuri:
- Apakah ketika dia diberi amanah sebelumnya sukses atau tidak. Contoh ketika jadi kepala daerah banyak nilai positif atau negatifnya.
- Misal ketika jadi menteri dia justru memperkaya diri atau banyak prestasinya. Tentunya kalo baik, tidak mungkin dipecat di tengah jalan.
- Misal ketika jadi anggota Parlemen banyak produk hukum dan penyerapan aspirasi yang berharga untuk rakyat atau tidak. Dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Dalam perhelatan Pilpres ini, penulisberpesan dengan sungguh-sungguh agar:
- Tetap jaga persatuan dan jangan berpecah-belah. Harus bijak dalam menyikapi perbedaan.
- Tetap fokus pada pelurusan Sejarah Nusantara dan Nasab Nabi di Indonesia. Dimanapun anda berada dan apapun pilihannya, ingatlah selalu misi utamanya.
- Pilihlah dari Calon Pemimpin yang paling minim keburukan pribadinya.
- Pilihlah Calon Pemimpin yang paling sedikit barisan orang jahatnya.
- Berjuanglah layaknya politisi yang Negarawan dan bukan politisi yang Machiavellian. Karena Negarawan berpegang pada Nilai-Nilai Luhur dan kebaikan bagi bangsanya.
Sementara Machiavellian berbicara kalkulasi kalah-menang, imbalan materi, posisi dan jabatan. Siapa dapat apa. Idealisme tergadai oleh nafsunya.
Akhirul kalam, penulis akan menutup dengan :
“Manusia Punya Kendala, Tapi Allah Punya Kendali. Tugas Hamba Berdoa Mengangkat Kedua Tangan, dan Nantinya Tuhanlah Yang Akan Turun Tangan !”
(KRT. Faqih Wirahadiningrat, Mataram Brang Wetan,123123)