• Tentang Kami
    • Pengurus
  • Kontak
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel
No Result
View All Result
RMI PWNU Banten
No Result
View All Result
Home Opini

Moderasi Beragama, Jalan Besar Kemajuan Bangsa

Saat ini, menurut Gus Mus, banyak orang mengaku berdakwah, mengajak kepada Islam, tapi dia sendiri menjauh dari akhlak Islam. Bukannya memberi contoh moral yang mulia, malah mengajarkan untuk membenci sesama, lalu mengobarkan permusuhan kepada siapa saja di luar kelompoknya. Puncaknya menebar teror di mana-mana. Selain menyalahi cara Rasulullah, menurut Gus Mus, cara itu juga mengingkari perintah Gusti Allah. Ia mengajarkan agar mengasihi sesama dan menghormati tetangga. Harus pula membangun persatuan dan mengutamakan kerukunan antar umat beragama.

Admin by Admin
30 Desember 2021
in Opini
3 min read
0
0
SHARES
45
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Kiai Hamdan Suhaemi

Baca Juga

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

Tadarus Jiwa Dalam Perspektif Filsafat Idealisme

Ketua Komisi Fatwa MUI Banten Himbau Instansi Pemerintah Adakan Acara Di Hotel Dengan Resto Yang Bersertifikat Halal

Meditasi Mina Muzdalifah: Aku Lempar Batu Batu Itu

Ingin sekali, menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan berbagai kalangan, suku dan agama yang berbeda-beda, yang sudah lama hidup di bumi negeri ini. Mereka adalah anak-anak bangsa ini yang hak-haknya harus dihormati dan dihargai. Konstitusi negara pun sudah jelas mengayomi seluruh bangsa. Persaudaraan kita dilandasi karena kita lahir, hidup dan mati di tanah tumpah darah Indonesia. Tidak ada sekat yang membuat jarak, karena kebangsaan kita sejak dulu dicontohkan oleh para orang tua kita. Dalam aspek sosiologis ini tampakan persaudaraan antar pemeluk agama, jauh lebih indah dan prinsipil dalam upaya menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Moderasi beragama, perlu ditengahkan sebagai “jalan besar” yang akan dilalui oleh kita. Takdir kita sebagai bangsa yang heterogen, plural tentu menjadi dasar kenapa wajib ada saling hormat-menghormati, saling menghargai, saling membantu Pada soal keyakinan, keimanan suatu agama, mutlak sebagai dimensi khususiatnya masing-masing orang. Bahkan harusnya sudah selesai memperdebatkan soal-soal ini (aqidah). Kini arah kita perlu menguatkan tali kebangsaan dengan moderasi beragama.

Menurut Prof. Quraish Shihab, moderasi beragama dalam konteks Islam sebenarnya sulit didefinisikan. Hal itu karena istilah moderasi baru muncul setelah maraknya aksi radikalisme dan ekstremisme. Pengertian moderasi beragama yang paling mendekati dalam istilah Al-Qur’an yakni “wasathiyah”. Wasath berarti pertengahan dari segala sesuatu. Kata ini juga berarti adil, baik, terbaik, paling utama. Hal ini diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 143 (wa kadzalika ja’alanakum ummatan wasathan) yang dijadikan sebagai titik tolak moderasi beragama.

Dalam hal ini, kita pun perlu mengambil saripati pemikiran Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) terkait moderasi beragama, sebagai jawaban dari kegelisahan melihat fenomena fundamentalisme agama yang digerakan oleh pengasong Wahabisme, Bagi Gus Dur pembaruan dakwah moderasi Islam dengan menegaskan Islam harus menerima pluralitas situasi lokal, serta mengakomodasikannya sangatlah penting.

Gus Dur, menyuarakan gagasan tentang Islam sebagai komplementer dalam kehidupan sosio-kultural dan politik Indonesia serta pribumisasi Islam. Dimensi pertama gagasan Gus Dur tersebut adalah seruan kepada rekan-rekannya sesama muslim untuk tidak menjadikan Islam sebagai suatu ideologi alternatif terhadap konstruk negara-bangsa Indonesia yang ada saat ini. Dalam pandangannya, sebagai satu komponen penting dari struktur sosial Indonesia, Islam tidak boleh menempatkan dirinya dalam posisi yang bersaing vis-a vis. Ini kita pahami sikap inklusif jauh lebih perlu dicontohkan sebagai upaya menolak destruksi kehidupan berbangsa dan bernegara atas nama agama.

Adalah KH. Musthofa Bisri, seorang Kiai dan panutan kita semua telah memberikan pandangannya atas keharusan sikap kita kepada semua anak bangsa. KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus menyoroti model dakwah yang berkembang di Indonesia. Saat ini, menurut Gus Mus, banyak orang mengaku berdakwah, mengajak kepada Islam, tapi dia sendiri menjauh dari akhlak Islam. Bukannya memberi contoh moral yang mulia, malah mengajarkan untuk membenci sesama, lalu mengobarkan permusuhan kepada siapa saja di luar kelompoknya. Puncaknya menebar teror di mana-mana. Selain menyalahi cara Rasulullah, menurut Gus Mus, cara itu juga mengingkari perintah Gusti Allah. Ia mengajarkan agar mengasihi sesama dan menghormati tetangga. Harus pula membangun persatuan dan mengutamakan kerukunan antar umat beragama.

Tiga tokoh ulama yang saya kutip pemikirannya ini, cukup untuk jadi acuan dalam sikap kita hidup dalam moderasi beragama, jauh lebih masalahat, menguntungkan posisi Indonesia di mata dunia, menjadi catatan baik di masa yang akan datang bahwa negeri ini selalu damai dan bersatu dalam lingkup masyarakat Madani yang saling tolong menolong, saling hormat menghormati, saling melengkapi, dan saling dukung apapun keyakinan agamanya, apapun suku dan adat istiadatnya. Sekali bhineka tunggal Ika, sekali itu kita langgengkan hingga hari kiamat tiba.

Walantaka, 29-12-21

Next Post

Sekilas Sejarah Ratu Bagus Buang (Pangeran Ahmad Burhan)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paling Banyak Dilihat

Opini

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

by Admin
29 Desember 2022
0

Dari 1723 berkas/bundel arsip Directie der Cultures ini ternyata baru 3 (tiga) berkas yang sudah jelas berkenaan dengan Banten yaitu:...

Read more
Load More
  • All
  • Berita
  • Opini
  • Pustaka
  • Santri
  • Ulama
  • Pesantren

Sumber-sumber Belanda Tentang Sejarah Banten Abad 19 Masehi

Mengkaji Kitab Lawaqihu al-Anwari al-Qudsiyati

PWNU Banten, KH Bunyamin: Kami Siap Sukseskan Porseni NU 2023 Di Kota Solo

Tadarus Jiwa Dalam Perspektif Filsafat Idealisme

RMI PCNU Kab. Serang Peringati Hari Santri Nasional 2022 Dengan Bedah Kitab Dan Ijazah Sanad 19 Kitab

HSN 2022 RMI Kab. Serang Selenggarakan Bedah Kitab Dan Ijazah Kitab Kuning

Load More

Baca Juga

MUI Banten Keluarkan Fatwa Haram Membaca Al-Quran Di Atas Trotoar

by Admin
22 April 2022
0

45 Ulama Nusantara Penulis Kitab Kuning Berbahasa Arab Sepanjang Masa

by Admin
27 Februari 2022
2

Sebut Ma’had Al Abqory Terkait HTI, RMI Rekomendasikan Hapus Dari Program PUPR, Kecuali…

by Admin
19 Juli 2021
0

  • Opini
  • Berita
  • Pustaka
  • Ulama
  • Santri
  • Pesantren
Follow Us

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Opini
  • Ulama
    • Fiqih
      • Syaikh Imaduddin al Bantani
    • Karamah
    • Kisah
  • Pesantren
    • Santri
      • Hikmah
      • Syair
      • Humor
    • Pustaka
      • Kitab
      • Karya Sastra
      • Manuskrip
  • Web RMI
    • RMI PBNU
    • RMI PWNU Banten
    • RMI PWNU DKI
    • RMI PWNU Sumsel

©2021 RMI PWNU Banten | rminubanten.or.id.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist