“Berjuang Pakai Otot, Dengan Kerja Keras, Hasilnya Pas.
Berjuang Pakai Otak, Dengan Kerja Cerdas, Hasilnya Luas.
Berjuang Pakai Hati, Dengan Kerja Ikhlas, Hasilnya Tak Terbatas !”
(KRT. FAQIH WIRAHADININGRAT)
Tahun 657 M, ketika Sayyidina Ali tidak kuasa menasihati pasukannya. Dalam Perang Shiffin, Muawiyah hampir kalah. Lalu dengan menusuk Qur’an memakai tombak, mereka meminta berunding. Ali menolak, karena faham itu hanyalah siasat licik. Dengan menjadikan Kitabullah sebagai bemper, caranya juga nista, ditusuk tombak pula. Disitulah awal keruntuhan. Yaitu ketika pemimpin yang diangkat dengan aklamasi, lalu dibantah sendiri oleh pasukannya.
Sayyidina Ali adalah sepupu Rosul, sekaligus menantu, anak angkat, saudara angkat, pewaris ilmu yang utama, juga panglima perang andalan yang tak pernah kalah tanding di medan perang manapun, dan tentu saja penerus keturunan Nabi SAW.
Melalui pernikahannya dengan Putri Nabi, Sayyidatuna Fatimah, keturunan Nabi dilahirkan dan abadi hingga akhir zaman.
Ali seorang yang cerdas, cakap, berani, terampil, teguh dan berhati mulia. Perpaduan yang sempurna. Muhammad dan Ali, laksana Musa dan Harun, atau laksana Krisna dan Arjuna. Tentu saja dalam sikon, ruang dan waktu yang berbeda.
Khalifah ke-empat ini, dengan ‘dipaksa’ naik menjadi Amirul Mukminin, di tengah kekisruhan akibat makin hebatnya konsolidasi kaum munafiqin yang sebenarnya masuk Islam dengan kurang ikhlas.
(Itulah kenapa ada Surat Al Ikhlas, dan disematkan pada ke-esaan Tuhan. Karena tanpa keikhlasan, anda tidak akan mungkin mencapai kesejatian).
Kenapa disebut kurang ikhlas?
Karena mereka bergelombang melakukan makar serta merongrong persatuan kaum muslimin sejak di hari meninggalnya Nabi. Hingga seluruh Khalifah penerusnya Nabi harus syahid terbunuh. Abubakar diracun, Umar ditikam, dan Utsman dibantai pemberontak. Seolah betapa lemahnya tatanan Islam, semua pemimpin besarnya pasca Nabi harus tragis nasibnya.
Tragedi karena minimnya keikhlasan. Andai ikhlas, pastilah tunduk dengan segala titah dan wasiat Nabi. Serta mementingkan persatuan dibanding ego pribadi dan nafsu kekuasaan yang sifatnya duniawi.
Siapakah mereka?
Penulis tidak akan terjebak ke dalam polemik ini, karena setiap madzhab boleh menginterpretasikan dengan sudut pandang masing-masing.
Bila Nabi adalah Kota Ilmu, maka Ali adalah pintunya (bayangkan kehebatan kualitas dan kuantitas ilmunya). Menghadapi manuver diatas, telah bersabda :
“KALIMATU HAQ, YURODU BIHAL BATHIL”
(Kalimat yang haq, tetapi mempunyai tujuan yang bathil).
Dalam peristiwa tersebut, selain menghadapi pemberontakan dari Muawiyah, Sayyidina Ali mengalami pengkhianatan dari pasukannya sendiri 2x.
Yang pertama, mendesak Imam Ali yang hampir menang untuk menerima Arbitrase atau perundingan damai. Padahal jelas-jelas itu siasat yang licik dengan mengangkat Quran yang ditombak demi meminta perdamaian.
Yang kedua, ketika perundingan dijalankan, mereka melepaskan diri dari barisan karena dianggap posisinya tidak menguntungkan.
Inilah Kaum Khawarij, dan sampai sekarang ideologi ini tetap ada. Yaitu mereka yang selalu melepaskan diri dari barisan dan mudah mengklaim sesat atau menyerang teman seperjuangannya sendiri.
(https://syifamin.wordpress.com/2016/11/11/kata-kebenaran-untuk-maksud-kebatilan/)
Sejarah mencatat, pengkhianatan ini membuat :
- Posisi Kekhalifahan Ali semakin melemah.
- Muawiyah si Pemberontak semakin menguat.
- Khawarij yang semula 1 barisan dengan Ali akhirnya berdiri sebagai pemberontak pula. Bahkan menyusup membunuh Ali dengan cara yang licik, diserang ketika menjadi Imam Sholat Subuh waktu sujud. Posisi paling syahdu dalam sholat, sekaligus kondisi paling tidak waspada.
- Pasukan Muslimin makin melemah, dan Pasukan Munafiqun makin menguat. Terbukti Khalifah berikutnya. Sayyidina Hasan bin Ali, terpaksa berdamai dalam peristiwa TAHKIM kepada Muawiyah (661 M). Yaitu mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah sementara untuk menghentikan pertumpahan darah sesama kaum muslimin. Dengan catatan Khalifah berikutnya diserahkan kembali kepada Musyawarah Kaum Muslimin.
- Rentetan berikutnya makin tragis. Tidak saja Perjanjian Tahkim dikhianati, malah Sayyidina Hasan diracun (670 M). Lalu pasca wafatnya Muawiyah, adiknya Hasan yaitu Sayyidina Husein beserta keluarga dan pengikutnya dibantai dan Syahid di Padang Karbala (680 M). Peristiwa Tragedi yang akan selalu dikenang dalam sejarah Islam bahkan dunia. Dimana 73 orang melawan kepungan 4 ribu manusia, yang semula siap berjuang bersama Husein. Setelah terkena intimidasi dan iming-iming harta, malah berbalik memeranginya. Siapa dalangnya, tentu saja putranya Muawiyah, yaitu Yazid, seorang pemuda fasik dan pemabuk. Khalifah berikutnya yang diangkat secara sepihak. Sebagai tanda berakhirnya kekhalifahan dan memasuki masa monarkhi pertama dalam Islam yaitu Dinasti Umayyah.
Pertanyaan besarnya, semua tragedi ini diawali dari mana?
Awalnya, tentu saja dari bibit para Pejuang yang TIDAK IKHLAS. Mereka bisa jadi hanya mencari panggung dan ketenaran. Atau mencari teman agar hidupnya tidak kesepian, hanya mencari pemuasan ego. Bisa pula, sebenarnya hanya mencari materi semata. Akhirnya, ketika semua tujuannya tersebut tidak tercapai, mereka akan berpaling, ngambek, mogok, bahkan berkhianat kepada pihak lain yang dianggap mampu memuaskan nafsu sesatnya tersebut.
Berikutnya, ketidakharmonisan barisan Pejuang. Makanya Sayyidina Ali bersabda :
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
“Al Haqqun Bila Nidzom, Yaghlibuhul Bathil Bi Nidzom !”
(Kebenaran yang tidak terorganisir akan kalah dengan kebatilan yang terorganisir).
Makin parah, bila organisasinya masih kacau malah disusupi pihak lawan yang memang licik dalam bermanuver.
Yang terakhir, kekalahan para pejuang, adalah mudah terpecah-belah dengan berbagai sebab. Dan sejarah akan terus berulang. Bahwa para pejuang akan sering terpecah belah dengan pengkhianatan.
LEVEL PENGKHIANAT
- Level ringan, yaitu dengan keluar barisan, mogok dan tidak ambil peduli lagi dengan tujuan semula.
- Level menengah, keluar dari barisan, namun tidak menyerang kawan seperjuangan, dan tetap konsisten berjuang dengan caranya sendiri.
- Level berat, keluar barisan, menyerang temannya, namun tetap konsisten dengan garis perjuangannya.
- Level biadab, keluar barisan, menyerang temannya, dan malah berbalik mengkhianati garis perjuangannya.
Untuk Level 1-3, penulis melihat bahwa mereka masih bisa ditolerir. Karena kemungkinan ada perbedaan pendapat dan kepentingan atau target yang tidak tercapai. Lalu kecewa dan mengambil tindakan.
Semua harus disikapi dengan bijaksana.
Penulis sepakat dengan adagium dari Bapak Reformis China Deng Xiaoping : “Saya tidak peduli kucing itu berwarna hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus !”
Sepanjang mereka masih mau menangkap tikus maka silahkan berekspresi, dan tidak ada larangan dalam berekspresi, itu hak asasi. Bahkan bisa jadi di masa depan, semua kucing itu kembali bahu-membahu membasmi hama tikus yang merusak tatanan negeri ini.
Tidak ada persatuan, tanpa kebijaksanaan !
Artinya, berlaku tidak bijak kepada orang-orang khilaf adalah sesuatu yang tidak ada gunanya.
“Diantara tanda kebaikan Islam pada seseorang, adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.”
(HR. Tirmidzi 2317, Ibnu Majah 3976)
Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsriy, berkata : “Orang Mukmin yang cerdas, tidak akan sibuk dengan perkara yang sia-sia, dia hanya akan sibuk dengan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat.”
(Tafsir Juz Amma hal.325)
Jadi tetap fokus, jangan teralihkan dengan sesuatu yang tidak ilmiah, tidak mempunyai nilai kemajuan dan konsepsi yang kuat.
Dalam konteks PELURUSAN NASAB NABI DI NUSANTARA, fokus pada :
- Gunakan segala narasi untuk membuktikan bahwa klaim sesat mereka batil. Baik dari Kajian Pustaka, Genetika, bahkan bila perlu Pembuktian Ilahiah dengan Mubahalah sekalipun.
Jangan biarkan ada ruang kosong bagi penipu untuk memainkan tipuannya. - Semua kajian ilmiah, harus naik level. Menjadi produk ilmiah dengan fundasi metodologi ilmiah pula. Diakui kaum ilmiah dan di dalam lembaga ilmiah, serta dapat diwariskan selamanya agar bisa dikonsumsi siapa saja. Contohnya : Diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, ataupun skripsi, tesis dan disertasi.
- Secara Scientific, gaungkan test DNA kepada siapapun. Karena sangat bermanfaat bagi : Identifikasi diri setiap warga negara (DNA Profile) karena paling akurat dan presisi. Juga untuk fungsi kesehatan & antisipasi penyakit bawaan genetik, serta deteksi pelaku kejahatan termasuk pemalsuan nasab.
- Fokus untuk menjalin komunikasi dengan para Naqib Dunia, serta berkala mengundang mereka ke Indonesia. Selain fungsi silaturahmi dengan turunan Nabi yang asli juga edukasi terkait kaidah pernasaban yang benar. Agar yang palsu cepat terbongkar dan sadar diri.
- Fokus dengan penguatan Civil Society, dengan seluruh ormas lintas SARA. Juga dengan grassroot, melalui edukasi di segala bidang, baik agama, sosial budaya maupun perekonomian. Idealnya, sesuatu yg bottom-up jauh lebih kuat mengakar daripada bergantung kepada kebijakan elit semata.
Lalu Kembali Ke Level Pengkhianat yang selanjutnya atau no.4 ?
Jawabannya jelas, mereka adalah bagian dari kaum bajingan yang sejatinya sejak awal memang tidak punya idealisme. Atau malah sebenarnya mereka tidak faham dan bernilai sama sekali, dalam narasi besar yang kini menjadi era bersejarah di Nusantara ini.
Mereka pada dasarnya adalah para inlander yang telat tersesat, dan nasibnya sama : AKAN TERCORENG DALAM SEJARAH, DAN BEBAN ITU DITANGGUNG OLEH SELURUH KETURUNANNYA !
Sejarah akan selalu terulang, sebab Tuhan Selalu Ada & Abadi. Kebenaran akan selalu menang dari kebatilan. Cepat atau lambat.
Apakah setelah kematian Ali, diracunnya Hasan dan dibantainya Husein, kebenaran akan redup?
Sama sekali tidak. Perjuangan kadang membutuhkan martir, dan semua pejuang harus faham dan siap untuk itu.
Bahkan pasca Karbala 680 M. Yazid makin menggila, dia menjarah Madinah dalam Perang Harrah, membunuh banyak sahabat Perang Badar yang masih sepuh dan tersisa (683 M). Lalu menyerbu Makkah, dan merusak Ka’bah dengan MANJANIK (ketapel raksasa pelontar batu).
Namun sekuat apapun raja manusia, tidak akan mengalahkan Raja Diraja Alam Semesta. Kezaliman yang diluar batas pasti akan dihentikan oleh Yang Kuasa. RahmatNya memang mendahului murkaNya. Namun bila angkara murka diiringi kebanggaan dan menentang Sang Semesta, maka seketika akan hadirlah KekuasaanNya.
Yazid mati dalam keadaan kehausan terus menerus, hingga perutnya sangat buncit. Dalam keadaan mabuk, dia naik keatas keledai yang seolah enggan dinaiki dan melompat liar. Yazid jatuh tersungkur dengan leher patah.
Melihat hancurnya Kaum Muslimin dan genosida keluarga Nabi, seolah Islam akan musnah dan kebenaran punah. Namun dari titik itulah, Allah ingin melihat siapa hambaNya yang sungguh-sungguh teguh dan beriman.
“Wamakaru Wamakarollah Wallahu Khoirul Makirin.” (QS. Ali Imron 54)
Siapapun boleh membuat tipu daya, tapi Allah akan membalas tipu dayanya, dan Allah juga pembuat sebaik-baik tipu daya.
Ini sebenarnya tantangan sekaligus peringatan dari Allah, untuk mereka yang merasa jumawa mampu membuat rekayasa dalam kebatilan. Dan sebenarnya mereka yang sedang merasa diatas angin dan sombong itu, sesungguhnya sedang masuk dalam perangkap tipu dayanya Allah semata.
Pertanyaannya, apabila mengotori kesucian Nabi SAW sebagai makhluk terkasihNya adalah suatu kejahatan yang luar biadab. Apakah itu bukan bagian dari mengundang kemurkaan Allah SWT?
Tentu saja jawabannya IYA.
Lalu, mengaku turunan Nabi padahal bukan. Ditambah menipu ummatnya Nabi dengan berlaku sombong dan menghisap darah serta keringatnya, pastilah itu kejahatan yang sangat dimurkai olehNya. Apalagi peringatan sudah diberikan dengan berbagai kajian dan sudut pandang. Maka, kaum yang seperti ini selain tidak percaya diri, manipulatif, pastinya rasis dan arogan. Mereka mencoba berdiri kokoh diatas pengakuan nasab orang lain. Mereka seolah kokoh, padahal hanya hidup di atas jaring laba-laba. Sangat rapuh. Namun demikian tetap saja mampu menjerat serangga yang tidak waspada.
Maka jadilah singa, jangan jadi serangga.
Mental pecundang memang layak menjadi sesajen setan durjana. Dan ummat Muhammad harus cerdas dan waspada dalam menyikapi setiap peristiwa. Iqra’, bacalah. Itu wahyu pertama. Dan afala ta’qilun, kita disuruh berpikir dengan akal sehat, itu perintah Tuhan yang diulang kali dalam firmanNya. Yang terakhir Allah bersumpah di surat Al Qolam, atas nama pena dan apa yang ditulisNya. Allah saja mengajarkan dengan menulis semua skenarionya di Lauhul Mahfudz. Bahkan Malaikat Roqib dan Atid diperintahkan untuk mencatat amal baik-buruk kita.
Maka ‘membaca’, ‘berpikir’ dan ‘menulis’ adalah perintah Allah berkaitan dengan ilmu dan logika sehat.
Disinilah sebagai ummat kita diuji. Apakah akan jadi ummat pecundang yang mudah dikooptasi dan dihegemoni. Hanya dengan cerita dongeng dan ditakuti keajaiban ‘mbahnya’ si kaum Turunan Nabi palsu, lalu lumpuhlah akal sehat kita.
Atau, kita memilih membaca, berpikir logis dan menulis kritis atas semua fenomena di sekitar kita.
Pada akhirnya penulis akan memastikan, betapapun kuatnya kaum durjana, betapapun licik rencananya, dan betapapun hebat tipu dayanya. Yakinlah bahwa semuanya akan hancur di hadapan Sang Maha Daya, pemilik kebenaran dimana semua makhluk dalam genggamanNya.
Dan betapapun lika-liku atau kisah lucu para pejuang kebenaran, termasuk perbedaan pendapat serta pecahnya barisan. Tetaplah itu bagian dari sunnatullah hancurnya kebatilan.
Kebenaran akan menemukan jalannya.
Dan akhirnya kebatilan akan menuju kehancurannya.
Namun dalam proses, kebatilan seringkali menang ketika orang benar pada diam dan tidak mau berjuang.
Diamnya bisa jadi egois dan acuh, atau memilih bersikap netral. Tapi ingatlah, memilih bersikap netral di tengah merajalelanya kebatilan, adalah sama juga membela kebatilan itu sendiri.
Jadilah walau seperti semut, yang mengangkat embun untuk dilempar ke apinya Namrud. Dimana sedang berkobar raksasa melumat Ibrahim. Tiba-tiba ada Sang Gagak menghinanya bahwa perbuatan itu hanyalah sia-sia belaka.
Namun perhatikan baik-baik jawaban si semut : “Aku tahu bahwa perbuatanku mungkin sia-sia dan tak berguna, namun dengan ini aku telah menunjukkan dimana aku berpihak !”
Jadilah pembela kebenaran, walau hanya level semut, bangsa ini menunggu keberpihakanmu sobat !
“Ajining Rogo Soko Busono, Ajining Diri Soko Lati, Ning Ajining Sejati Setya lan Amukti Gusti Tekaning Pati.”
(Keindahan raga itu dari busana, sedangkan keindahan diri itu dari ucapan, namun kehormatan sejati itu dari kesetiaan dan memuliakan kebenaran Ilahi sampai mati).
Wassalam dan Rahayu Nusantaraku,
5 Desember 2023
(Ditulis di Bumi Untung Suropati, seorang budak pejuang yang mencintai negeri dengan seluruh harga diri)
Oleh: KRT. FAQIH WIRAHADININGRAT